Kamis, 16 Februari 2012

Belajar Kehidupan dari “Daun Itu”

Daun itu. Daun yang indah, hijau warnanya. Banyak garis-garis halus ditubuhnya. Bila disentuh akan terasa bulu-bulu halus yang lembut. Menakjubkan! Daun itu bentuknya sedikit unik dan misterius, bukan kotak. Bukan segitiga. Bukan bulat. Bukan Lancip pula. Aneh, bukan? sungguh misterius. Namun bila dilihat sepintas, ia terlihat seperti Hati. Ya, betul. Bentuknya seperti “hati”.

Ketika kecil, Daun itu berwarna hijau muda. Sedikit mengkilat ketika bersentuhan dengan sinar matahari. Terkadang ia sangat riang ketika menyambut sinar mentari dan hembusan angin yang lembut. Terkadang ia tersenyum-senyum senang ketika malam tiba menghantar dongeng sebelum tidur. Betapa senangnya Daun itu ketika ia masih kecil.

Ketika ia beranjak remaja dan muda, Ia mulai menunjukkan pesonanya. Warnanya yang hijau dengan kulit begitu berkilau dan licin, seolah itu adalah masa-masa terbaikmu untuk mencari perhatian. Ah, para Bunga-pun merasa tersanjung ada didekatmu yang gagah, hingga membuat mereka berbisik-bisik nakal pada para Lebah,”Lihatlah. Lihatlah. Betapa mempesonanya ia”.

Ketika masa matang menghampirimu, garis-garis tulangmu-pun terlihat lebih keras dan itu mempengaruhi warnamu yang indah. membuat warnamu menjadi hijau Tua dan sedikit kusam. Daun itu, ketika takdir memaksamu berubah, ia tak mampu menolaknya. ia harus siap menghitung sampai kapan ia dapat menikmati lagi masa-masa bersenda gurau dengan Embun, Hujan, Matahari, Angin, Pelangi, Siang-Malam, Bintang dan Bulan.

Ketika ia tak dapat menolak kenyataan bahwa warnanya berubah kuning kecoklatan, dan tulang-tulangnya sudah tak mampu lagi bertahan di tangkai-tangkai yang jauh lebih kuat, maka ia hanya bisa memandang disekelilingnya bahwa ternyata kehidupan masih baik-baik saja. Bahwa kehidupan akan terus ada dan kelahiran Tunas-Tunas baru akan terus berlangsung. Sinar keemasan dari gagahnya Matahari masih menunjukkan kejayaannya dan Angin Malam, Embun dan Para Bintang masih akan abadi dengan kemudaannya yang kekal.

“Ah, semua masih baik-baik saja. Syukurlah”, bisik Daun itu sebelum menutup mata lalu jatuh dan dibawa Para Angin yang bersedih dengan kepergiannya. Pelan-pelan para Angin meletakannya dengan lembut diatas Tanah yang basah karna air mata.
“Ia Daun yang baik”, bisik Para Angin yang bersedih.
“Ya, ia Daun yang baik. Ia selalu melindungiku dari sengatan panasnya sinar Matahari. Ia selalu tersenyum padaku, padahal aku hanya Tanah yang tidak bisa apa-apa”, Bisik Tanah kali ini dengan berurai airmata.

Dibantu Para Angin dan Hujan yang tiba-tiba turun, mereka menyimpan Daun itu. Mereka menutupnya dibawah pelukan hangat Tanah yang menyayanginya, agar tidak ada Manusia-Manusia Egois yang menginjak-injak-nya lalu menghancurkan tubuh tua Daun itu. Ya, Daun itu. Daun yang dulu berwarna hijau muda sedikit berkilau. Banyak garis-garis halus ditubuhnya dan bila disentuh ada bulu-bulu halus terasa di permukaannya. Sungguh Daun yang menakjubkan.
*** T A M A T ***
Sumber : Kompasiana.com

Tidak ada komentar:

Posting Komentar